kisah hujan dan rindunya
KISAH HUJAN DAN RINDUNYA : PETRICHOR
Air langit mulai turun membasahi tapak kaki , menyegarkan tumbuhan , memberikan sejuk untuk tandus.Memberikan kesenangan untuk para Pluviophile. Tetesannya seakan membawa sejuta kebahagiaan untuk mahluk bumi. Petrichornya membawa rasa tenang bagi pengagumnya. Seperti seorang gadis di sebuah ruang di tengah kota. di sebuah tempat dalam gedung Apartemen yang menjulang tinggi. Seorang gadis yang tengah membawa Notes kecil dan sebuah bolpoin. tangannya mulai menari - nari diatas kertas Notes itu. hanya membutuhkan 5 menit untuk menghasilkan sebuah rentetan aksara yang sederhana namun penuh makna. penuh makna , seperti dia yang acap kali dirindu.
Diri ini termenung. ketika menatap sebuah lorong.
sebuah lorong penantian yang tak berujung.
Gadis itu menatap lama rentetan aksara yang berjejer rapi , dengan lambat namun pasti aliran sungai mulai tercetak dipipinya , membasahi tandus yang mulai berbahagia. dan sebuah senyum tercetak dibibir manisnya. sebuah senyum yang mengisyaratkan betapa perihnya penantian yang tak berujung. betapa lelahnya menunggu dalam ragu. betapa sakitnya mengharap dalam gelap. betapa letihnya menyimpan kata yang tak tersampaikan.dihapusnya jejak air mata dipipinya dan tangannya dengan lihai melipat kertas note itu menjadi sebuah perahu kertas kecil. Dipandanginya perahu kertas itu sejenak lalu tersenyum hangat dan mulai menulis kalimat dibadan perahu kertas tersebut 'perahu kertas ke 1000'. Kakinya melangkah pelan menuju meja kecil samping tempat tidurnya , tangannya terulur mengambil sebuah kotak yang bertuliskan 'Teruntuk , Rainandra Perwira Adiputra' , dengan perlahan buliran bening sebening kristal itu luruh , membasahi pipinya , dengan gerakan kasar dihapusnya cairan bening itu , dihelanya nafas pertanda bahwa ia telah lelah. Lelah dengan penantian yang tak kunjung berakhir , lelah dengan rasa yang tak kunjung memudar. dibawanya kotak itu menuju meja belajarnya , dimasukkannya perahu kertas berisi rentetan aksara itu kedalam kotak tersebut , kotak yang berisi 999 perahu kertas itu kini berisi 1000 perahu kertas. dan kini dituliskannya sebuah nama dibagian tutup kotak 'Dari Jeane Anderson' tiba - tiba hanphonenya bergetar , ditekannya tombol berwarna hijau dan mulai terdengar suara bariton yang sangat dirindunya selama ini.
"hai Jea ! apa kabar ?" kata seseorang diseberang sana.
"baik kok"
"gimana tantangan aku ? perahu kertasnya udah sampai seribu kan ?"
"udah. ini baru aku masukin kotak"
"nanti cepet - cepet dianterin ya!"
"iya." tanpa sadar cairan sebening kristal itu mulai turun , satu persatu menemani rintik hujan disore hari.
"sore ini hujan , aku suka. aku juga bahagia"
"oh iya. kamu pernah nanya kenapa aku suka hujan ? Aku suka hujan itu karena mereka itu gak pernah membiarkan salah satu diantara mereka jatuh sendirian. kalau yang satu jatuh , maka yang lain harus jatuh. kalau yang satu naik maka , yang lain juga harus naik. jadi hujan itu baik, Je."
" tapi hujan datang dan pergi sesuka hati"
"Hujan gak datang dan pergi sesuka hati , dia datang karena bumi membutuhkan , dia pergi karena gak mau terjadi hal buruk kepada bumi. coba aku tanya , kalo hujan gak datang bumi akan hancur , kalo hujan gak pergi maka bumi akan berubah jadi lautan. lalu , kalo hujan datang setiap hari ? matahari akan sedih , dia tidak akan dianggap. jadi hujan mengalah agar semua bahagia , biarpun dia dianggap jahat. hujan itu pengertian Je"
"Je ! Jea ! kamu masih dengerin gue ngomong kan ?"
"masih kok Rai" balas Jea dengan suara parau.
"aku tau kamu nangis , hapus air mata kamu. aku gak mau lihat dua hal yang aku sayangi nangis. pertama , langit. kedua , kamu"
"Je , aku mau jadi hujan. aku mau jadi hujan yang menghapus air mata kamu dengan airku. yang menemani kamu waktu kamu jatuh. yang menemani air mata kamu agar tak jatuh sendirian. aku mau jadi hujan yang menciptakan Petrichor untuk menenangkan kegelisahanmu. aku mau jadi hal yang bisa buat kamu bahagia , Je."
setetes. dua tetes. tiga tetes. air mata yang awalnya tetesan berubah menjadi isak yang tak tertahan.tangis yang mengisyaratkan kerinduan yang berkepanjangan , mengisyaratkan arti kehilangan yang sebenarnya.
" hmmm.... udahan dulu ya. bye see you!" entah mengapa Jea tak mampu membendung air matanya , air mata itu luruh menemani sang rintik yang tersisa. punggungnya bergetar hebat menahan isakan yang memaksa keluar. hatinya terasa teriris biarpun Petrichor telah keluar dari persembunyiannya. entah mengapa ada sesuatu yang direnggut paksa darinya saat mengetahui suara bariton itu lenyap , saat mengetahui sang pemilik suara sudah berhenti berbicara.
"See you too.... Rai , ak-" entah mengapa sulit sekali menyampaikannya , kata itu selalu tercekat ditenggorokan. mungkin semesta tak ingin Jea mengucap kata yang tak akan terbalas. kata rindu yang tak mungkin terlepas. rindunya selama ini , tak pernah terbalas bahkan tak akan bisa tersampaikan. dihembuskannya nafas untuk kedua kali kini , Jea mulai bersiap - siap untuk menemui tambatan hati yang teramat dirindunya.
Jea yang terlihat cantik dengan setelan shirt dress berwarna skyblue serta rambut dicepol. dan jangan lupakan flat shoes berwarna senada membuatnya terlihat santai serta elegan. diambilnya kotak berisi 1000 perahu keras itu , kakinya melangkah menuju lift yang terbuka untuk mengantarnya ke lantai dasar gedung apartemen.
Tingg!!
liftpun mengeluarkan suara memberikan pertanda bagi pengguna bahwa mereka telah sampai pada lantai yang dituju. Jea melangkahkan kaki yang mulai terasa berat ketika sampai di pintu keluar lobby apartemen. ditariknya nafas dalam - dalam lalu dihembuskannya pelan , sebuah taksi online yang dipesannya kini sudah menunggunya tepat di pintu utama lobby apartemen. taksi itu mulai melaju meninggalkan gedung apartemen menuju tempat yang mungkin bisa membawa tangis yang tersedu - sedu. tak perlu menunggu lama taksi itu berhenti tepat di pintu masuk tempat yang dituju Jea. sebelum kakinya memasuki area tempat itu , Jea menarik nafas dalam - dalam dan menghembuskannya pelan , ditahannya air mata yang siap jatuh kapanpun menemani tetesan hujan yang tersisa. kakinya melangkah pelan memasuki area yang dulu menjadi saksi bisu dimana Jea merasa air matanya hampir habis karena terlalu sering menangis , saksi bisu dimana Jea mengerti arti kehilangan sesungguhnya. kakinya melangkah melewati begitu banyak petak yang berjejer rapi. matanya menelanjangi sekitar , memandangi hamparan hijau yang menutupi tanah di setiap petak disana. kakinya terus melangkah hingga sampai disebuah tempat yang terukir sebuah nama yang terlihat menyesakkan hati. air matanya terus memaksa keluar namun dengan sekuat tenaga ditahannya agar tak tumpah.
'Je , Rai bilang dia gak mau ketemu lo dengan mata sembab dan air mata. buat Rai bahagia Je. lo pasti kuat' hibur Jea dalam hati.
ditatapnya lagi ukiran itu , ukiran dalam sebuah batu berbentuk prisma. terukir sebuah nama
"hai Jea ! apa kabar ?" kata seseorang diseberang sana.
"baik kok"
"gimana tantangan aku ? perahu kertasnya udah sampai seribu kan ?"
"udah. ini baru aku masukin kotak"
"nanti cepet - cepet dianterin ya!"
"iya." tanpa sadar cairan sebening kristal itu mulai turun , satu persatu menemani rintik hujan disore hari.
"sore ini hujan , aku suka. aku juga bahagia"
"oh iya. kamu pernah nanya kenapa aku suka hujan ? Aku suka hujan itu karena mereka itu gak pernah membiarkan salah satu diantara mereka jatuh sendirian. kalau yang satu jatuh , maka yang lain harus jatuh. kalau yang satu naik maka , yang lain juga harus naik. jadi hujan itu baik, Je."
" tapi hujan datang dan pergi sesuka hati"
"Hujan gak datang dan pergi sesuka hati , dia datang karena bumi membutuhkan , dia pergi karena gak mau terjadi hal buruk kepada bumi. coba aku tanya , kalo hujan gak datang bumi akan hancur , kalo hujan gak pergi maka bumi akan berubah jadi lautan. lalu , kalo hujan datang setiap hari ? matahari akan sedih , dia tidak akan dianggap. jadi hujan mengalah agar semua bahagia , biarpun dia dianggap jahat. hujan itu pengertian Je"
"Je ! Jea ! kamu masih dengerin gue ngomong kan ?"
"masih kok Rai" balas Jea dengan suara parau.
"aku tau kamu nangis , hapus air mata kamu. aku gak mau lihat dua hal yang aku sayangi nangis. pertama , langit. kedua , kamu"
"Je , aku mau jadi hujan. aku mau jadi hujan yang menghapus air mata kamu dengan airku. yang menemani kamu waktu kamu jatuh. yang menemani air mata kamu agar tak jatuh sendirian. aku mau jadi hujan yang menciptakan Petrichor untuk menenangkan kegelisahanmu. aku mau jadi hal yang bisa buat kamu bahagia , Je."
setetes. dua tetes. tiga tetes. air mata yang awalnya tetesan berubah menjadi isak yang tak tertahan.tangis yang mengisyaratkan kerinduan yang berkepanjangan , mengisyaratkan arti kehilangan yang sebenarnya.
" hmmm.... udahan dulu ya. bye see you!" entah mengapa Jea tak mampu membendung air matanya , air mata itu luruh menemani sang rintik yang tersisa. punggungnya bergetar hebat menahan isakan yang memaksa keluar. hatinya terasa teriris biarpun Petrichor telah keluar dari persembunyiannya. entah mengapa ada sesuatu yang direnggut paksa darinya saat mengetahui suara bariton itu lenyap , saat mengetahui sang pemilik suara sudah berhenti berbicara.
"See you too.... Rai , ak-" entah mengapa sulit sekali menyampaikannya , kata itu selalu tercekat ditenggorokan. mungkin semesta tak ingin Jea mengucap kata yang tak akan terbalas. kata rindu yang tak mungkin terlepas. rindunya selama ini , tak pernah terbalas bahkan tak akan bisa tersampaikan. dihembuskannya nafas untuk kedua kali kini , Jea mulai bersiap - siap untuk menemui tambatan hati yang teramat dirindunya.
Jea yang terlihat cantik dengan setelan shirt dress berwarna skyblue serta rambut dicepol. dan jangan lupakan flat shoes berwarna senada membuatnya terlihat santai serta elegan. diambilnya kotak berisi 1000 perahu keras itu , kakinya melangkah menuju lift yang terbuka untuk mengantarnya ke lantai dasar gedung apartemen.
Tingg!!
liftpun mengeluarkan suara memberikan pertanda bagi pengguna bahwa mereka telah sampai pada lantai yang dituju. Jea melangkahkan kaki yang mulai terasa berat ketika sampai di pintu keluar lobby apartemen. ditariknya nafas dalam - dalam lalu dihembuskannya pelan , sebuah taksi online yang dipesannya kini sudah menunggunya tepat di pintu utama lobby apartemen. taksi itu mulai melaju meninggalkan gedung apartemen menuju tempat yang mungkin bisa membawa tangis yang tersedu - sedu. tak perlu menunggu lama taksi itu berhenti tepat di pintu masuk tempat yang dituju Jea. sebelum kakinya memasuki area tempat itu , Jea menarik nafas dalam - dalam dan menghembuskannya pelan , ditahannya air mata yang siap jatuh kapanpun menemani tetesan hujan yang tersisa. kakinya melangkah pelan memasuki area yang dulu menjadi saksi bisu dimana Jea merasa air matanya hampir habis karena terlalu sering menangis , saksi bisu dimana Jea mengerti arti kehilangan sesungguhnya. kakinya melangkah melewati begitu banyak petak yang berjejer rapi. matanya menelanjangi sekitar , memandangi hamparan hijau yang menutupi tanah di setiap petak disana. kakinya terus melangkah hingga sampai disebuah tempat yang terukir sebuah nama yang terlihat menyesakkan hati. air matanya terus memaksa keluar namun dengan sekuat tenaga ditahannya agar tak tumpah.
'Je , Rai bilang dia gak mau ketemu lo dengan mata sembab dan air mata. buat Rai bahagia Je. lo pasti kuat' hibur Jea dalam hati.
ditatapnya lagi ukiran itu , ukiran dalam sebuah batu berbentuk prisma. terukir sebuah nama
'Rainandra Perwira Adiputra
Bin
Gunawan Hartamto Adiputra
18 Mei 1999 - 18 Juli 2018'
18 Mei 1999 - 18 Juli 2018'
Jea duduk disamping makam Rai , ditaruhnya perlahan bunga mawar yang dibeli dari seorang anak penjual bunga di lampu merah depan. dibacakannya ayat - ayat suci Al - Qur'an sebagai bentuk doa darinya agar Rai mendapat tempat yang terbaik di sisi-Nya.
harum Petrichor menemani Jea dengan kerinduannya. menemani Jea dengan kesedihannya. ditaruhnya kotak berisi 1000 perahu kertas tadi disamping nisan Rai.
"Hai Rai ! udah aku bawain nih perahu kertasnya" ucap Jea sembari menghapus air mata yang mulai mengalir deras dipipinya.
"Rai , kamu udah ketemu bunda aku belum ?"
"Rai , kalo udah ketemu bunda , bilangin aku kangen pengen ketemu. aku juga rin-du sama kamu" Jea sedikit susah mengatakan kata itu , kata yang sangat sulit untuk terucap mungkin karena sudah lama dia menyimpan kata itu , sudah lama dia menyimpan rasa rindu yang berkepanjangan , melakukan penantian yang tak berujung selama 3 tahun belakangan ini.
"Rai , kenapa kamu masih suka hujan ? kamu suka hujan , tapi hujan yang buat kamu luka Rai. kenapa kamu gak benci hujan ? padahal hujan yang buat kamu kesakitan Rai !"
"Rai kenapa kamu tega tinggalin aku sendiri disini ? Aku kesepian Rai , aku takut" Jea menunduk , memeluk makam Rainandra , tangannya mencengkeram rerumputan yang tumbuh bebas diatas makam Rai. Air matanya mengucur deras mengisyaratkan kepedihan yang mendalam , mengisyaratkan rindu yang tak akan terbalas , mengisyaratkan kehilangan yang abadi , mengisyaratkan sebuah rasa yang tak akan hilang.
"Rai , kenapa kamu pergi ? kenapa kamu tinggalin aku ? aku punya salah sama kamu ya ? aku bikin kamu marah ya ? sampai - sampai kamu tinggalin aku. Rai , salah aku apa ? kenapa kamu pergi dari aku ? bahkan untuk selamanya" Jea mengakhiri monolognya , dia tahu percuma dia bertanya sebuah tanya tanpa jawab. bukan tanpa jawab namun , tak ada yang menjawab. karena orang yang seharusnya menjawab seluruh pertanyaan itu telah berada diperut bumi dengan tenang , telah terlelap lama dan tak akan terbangun lagi. Jea membuka kotak berisi 1000 perahu kertas itu , menaburkan perahu - perahu kertas itu diatas makam Rai. punggungnya bergetar menahan isak yang tak bisa diungkap. menahan sakit yang tak bisa pudar walau setitik. bergetar karena ingin keluar dari perangkap kerinduan yang tak dapat diungkap. tanpa sadar ada sebuah tangan yang ingin meraih pundak Jea , menenangkannya seperi dulu.sang pemilik tangan berusaha menggapai namun selalu tak bisa. ketika dia hampir menyentuh , tangannya memudar , seluruh tubuhnya memudar perlahan lalu lenyap bersama senja yang mulai habis ditelan gelap. Jea mengecup nisan bertuliskan nama Rai , lalu beranjak dari sana. kakinya melangkah dengan ragu , sesekali dilihatnya makam yang tertutup oleh perahu kertas yang dibuatnya. setelah punggung Jea mulai mengecil dan menghilang ditelan jarak , seseorang muncul disamping makam Rai. terdengar gumaman yang disertai senyum manis di bagian akhir ,sebelum seluruh tubuhya memudar , menghilang dan lenyap bersama angin sore yang menghantar awan gelap menuju tempatnya.
"terima kasih , Jea"
********
hai hai !!! tolong tinggalkan jejak berupa coment ya! dan cerpen ini akan ada 4 seri!!! *tepuk tangan* agar kalian gak bingung nanti , untuk seri ke 2 dan ke 3 itu flashback. sedangkan seri ke 4 adalah masa sekarang. udah itu aja infonya.
seee youuu......!!!!!!!
wassalamualaikum wr.wb.
"Rai , kamu udah ketemu bunda aku belum ?"
"Rai , kalo udah ketemu bunda , bilangin aku kangen pengen ketemu. aku juga rin-du sama kamu" Jea sedikit susah mengatakan kata itu , kata yang sangat sulit untuk terucap mungkin karena sudah lama dia menyimpan kata itu , sudah lama dia menyimpan rasa rindu yang berkepanjangan , melakukan penantian yang tak berujung selama 3 tahun belakangan ini.
"Rai , kenapa kamu masih suka hujan ? kamu suka hujan , tapi hujan yang buat kamu luka Rai. kenapa kamu gak benci hujan ? padahal hujan yang buat kamu kesakitan Rai !"
"Rai kenapa kamu tega tinggalin aku sendiri disini ? Aku kesepian Rai , aku takut" Jea menunduk , memeluk makam Rainandra , tangannya mencengkeram rerumputan yang tumbuh bebas diatas makam Rai. Air matanya mengucur deras mengisyaratkan kepedihan yang mendalam , mengisyaratkan rindu yang tak akan terbalas , mengisyaratkan kehilangan yang abadi , mengisyaratkan sebuah rasa yang tak akan hilang.
"Rai , kenapa kamu pergi ? kenapa kamu tinggalin aku ? aku punya salah sama kamu ya ? aku bikin kamu marah ya ? sampai - sampai kamu tinggalin aku. Rai , salah aku apa ? kenapa kamu pergi dari aku ? bahkan untuk selamanya" Jea mengakhiri monolognya , dia tahu percuma dia bertanya sebuah tanya tanpa jawab. bukan tanpa jawab namun , tak ada yang menjawab. karena orang yang seharusnya menjawab seluruh pertanyaan itu telah berada diperut bumi dengan tenang , telah terlelap lama dan tak akan terbangun lagi. Jea membuka kotak berisi 1000 perahu kertas itu , menaburkan perahu - perahu kertas itu diatas makam Rai. punggungnya bergetar menahan isak yang tak bisa diungkap. menahan sakit yang tak bisa pudar walau setitik. bergetar karena ingin keluar dari perangkap kerinduan yang tak dapat diungkap. tanpa sadar ada sebuah tangan yang ingin meraih pundak Jea , menenangkannya seperi dulu.sang pemilik tangan berusaha menggapai namun selalu tak bisa. ketika dia hampir menyentuh , tangannya memudar , seluruh tubuhnya memudar perlahan lalu lenyap bersama senja yang mulai habis ditelan gelap. Jea mengecup nisan bertuliskan nama Rai , lalu beranjak dari sana. kakinya melangkah dengan ragu , sesekali dilihatnya makam yang tertutup oleh perahu kertas yang dibuatnya. setelah punggung Jea mulai mengecil dan menghilang ditelan jarak , seseorang muncul disamping makam Rai. terdengar gumaman yang disertai senyum manis di bagian akhir ,sebelum seluruh tubuhya memudar , menghilang dan lenyap bersama angin sore yang menghantar awan gelap menuju tempatnya.
"terima kasih , Jea"
********
hai hai !!! tolong tinggalkan jejak berupa coment ya! dan cerpen ini akan ada 4 seri!!! *tepuk tangan* agar kalian gak bingung nanti , untuk seri ke 2 dan ke 3 itu flashback. sedangkan seri ke 4 adalah masa sekarang. udah itu aja infonya.
seee youuu......!!!!!!!
wassalamualaikum wr.wb.
Komentar
Posting Komentar